Pikiran Gadis 21 Tahun

Memutuskan untuk mencari inspirasi dengan membaca tulisan lama memang bukan masalah. Malam ini, saya membuka folder lama saya dan menemukan tulisan lama saya ini. Mumpung saya juga masih 21 tahun, rasanya tidak masalah juga untuk mengunggah tulisan ini. Tulisan ini dulu pernah saya unggah di blog sebelumnya. Saya menemukan ada yang menarik dalam tulisan ini, tulisan tentang pikiran gadis berusia 21 tahun.

Enjoy!

Apa yang ada di tulisan ini adalah hasil tuangan pikiran gadis berusia 21 tahun. Gadis ini kadang memenuhi pikirannya dengan tanda tanya yang sebenarnya hanya membuang waktu saja. Pikiran gadis ini selalu dipenuhi dengan pikiran,

“apakah semua orang juga merasakan yang sama seperti apa yang aku rasakan?”

Ketika pernyataan ini dilempar ke orang lain, maka pasti akan berbeda-beda jawabannya. Namun dari semua jawaban yang kira-kira akan diterima itu, berapakah di antaranya yang benar-benar mengerti maksud pertanyaan itu.

Gadis itu berpikir, bahwa dia menjalani ceritanya sendiri. Dia adalah pemeran utama dalam hidupnya. Terkadang dia merasa seperti boneka berjalan, yang setiap hari diberi nikmat untuk hidup. Menjalani semua jalan cerita hidupnya. Seakan setiap orang sudah memiliki buku cerita tentang dirinya sendiri.

“apakah orang lain juga merasakan ini?”

“bagaimana ya kehidupan orang lain?”

“apa yang mereka rasakan?”

“apakah sama?”

“apakah mereka merasa seperti aku?”

“apakah mereka memiliki pertanyaan yang sama seperti aku?”

Gadis itu selalu berpikir tentang rahasia sebuah kehidupan. Namun gadis itu selalu ingat untuk tidak melewati batas. Ada, ada yang pernah berkata bahwa manusia memiliki batasan untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di hidup ini. Batas di mana hanya Tuhan lah yang boleh mengetahuinya. Batas di mana ketika manusia memaksakan untuk mengetahuinya, maka tak akan baik jadinya.

Sejatinya manusia itu hidup sendirian, namun dia tidak bisa hidup sendiri.

Setiap kehidupan adalah perjalanan. Selalu ada hal yang akan ditemui, namun semua itu memang bagian dari perjalanan. Semuanya akan terlewati. Kehidupan hari ini adalah cerita untuk hari ini, kehidupan kemarin adalah cerita yang telah selesai, sementara kehidupan esok adalah  cerita esok yang ada di lembar berikutnya.

Gadis itu sejenak merenung, memikirkan apa yang telah terjadi. Setiap orang punya kisahnya, punya perjalanannya, yang mungkin cerita itu akan saling berhubungan satu sama lain, yang mungkin ceritamu ada di ceritaku, atau ceritaku ada di ceritamu.

Adakah di antara kalian yang melihat betapa kompleksnya hidup ini? Gadis itu melihat sebuah keagungan yang Maha Besar di sini.

Gadis itu kemudian berpikir,

“Jika benar hidup ini adalah sebuah perjalanan, maka kita tidak bisa menjalaninya dengan mata yang tertutup, pikiran yang tertutup, apalagi dengan hati yang tertutup”

Apabila mata tertutup maka kita tak tahu arah kemana akan melangkah, apabila pikiran tertutup maka kita tidak akan berjalan, dan apabila hati yang tertutup maka kita tak akan pernah merasa betapa hangatnya disambut hati yang selalu terbuka.

Gadis itu mulai berpikir secara luas, lebih rasional, lebih objektif, tidak hanya berdasarkan satu titik pandang. Semua yang sudah terjadi dalam hidup, tandanya sudah dilewati. Sudah terlewati dalam perjalanan ini.

Membuka mata, pikiran, dan hati.

Apa hal ini tidak terlalu berlebihan untuk dipikirkan oleh seorang gadis 21 tahun?

Oh, ayolah. Gadis ini hanya coba membagikan sedikit pikirannya.

 

Puppy Love

Sebagian besar orang di luar sana pasti memiliki kenangan tentang puppy love mereka. Puppy love atau yang biasa dikenal dengan “cinta monyet” biasanya berlangsung di masa-masa sekolah. Semacam kisah kasih di sekolah, tapi nggak sedikit juga dari mereka yang akhirnya bisa melangkah ke tahap yang lebih serius. Kali ini saya ingin menceritakan tentang seseorang. Saya menganggap dia sebagai puppy love saya, meskipun tidak pernah terjalin hubungan dua pihak antara saya dan dia. Tidak ada maksud apapun ketika saya menuliskan tentang dia, saya hanya ingin sekedar berbagi, sedikit tentang manisnya masa lalu saya.

Berawal dari keikutsertaan saya di sebuah kompetisi debat Bahasa Inggris tingkat kota di sekitar akhir tahun 2011, membawa saya bertemu dengannya. Kami belum pernah bertemu sebelumnya karena kami berasal dari sekolah yang berbeda. Dia berasal dari salah satu SMA swasta yang ada di kota saya, dan dia satu tingkat di atas saya. Kala itu, tim saya berkesempatan untuk melihat sesi debat dari timnya.

First impression saya adalah dia tampak seperti bad boy meskipun dia memang cukup manis. Dan saya langsung dibuat jatuh hati ketika dia melakukan speech nya. Saya bisa katakan tingkat kemampuan berbahasa inggrisnya memang luar biasa. Terlebih ketika dia melakukan sesi conclusion, that was really great! Saya lupa tim nya merupakan tim pro atau contra, tapi yang jelas tim nya berhasil memenangi sesi debat waktu itu.

Meskipun saya terkesima oleh speech nya, tentunya tak membuat saya lengah untuk mencaritahu lebih jauh tentangnya. Saya perhatikan sekitar saya, dan… voila! Nama lengkapnya terpampang di papan tulis. Ya, karena waktu itu saya hanya mengingat nama belakangnya ketika dia memperkenalkan diri.

Saya akui, dia memiliki karisma yang sangat luar biasa. Seakan menjadi bukti dari sebuah pepatah yang berkata bahwa langit tidak perlu menunjukkan bahwa dia itu tinggi. Ya, seperti itu lah pancaran sosoknya. Saya belum pernah bertemu sosok sepertinya selama ini pikir saya waktu itu. Tidak ada hal spesial yang terjadi di antara kami hari itu, kecuali saat beberapa kali mata kami bertemu pandang 🙂 Tatapan matanya dalam, saya suka.

Saya berharap-harap cemas apakah tim saya akan lolos ke babak selanjutnya atau tidak, karena kalau tim saya lolos bukankah tandanya saya akan bertemu dengannya lagi esok hari? Hmm, dan itu pasti akan sangat menyenangkan! Hahahaha

Kabar yang saya harapkan pun tercapai, tim saya lolos! Dan seperti yang sudah saya duga sebelumnya, tim nya juga lolos. Saya masih bisa merasakan kebahagiaan kala itu. Di hari yang sama juga, sembari mempersiapkan materi untuk berlatih menghadapi babak selanjutnya, saya menuliskan namanya di kolom pencarian media sosial yang tengah trend waktu itu, Facebook! Hahahaha. Ya, saya mencari namanya dan ajaib sekali, saya langsung menemukan akunnya. Saya masih ingat foto profilnya waktu itu, dia sedang melakukan shoot ke ring basket di hadapannya. Cool!

Saya tidak lantas menambahkan dia sebagai teman saya, cukup melihat profilnya saja.

Keesokan harinya, saya sangat bersemangat. Jujur saja, itu juga merupakan pengalaman pertama saya mengikuti kompetisi debat Bahasa Inggris, dan pencapaian saya juga tidak terlalu buruk ditambah lagi di sana saya bertemu dengan sosok laki-laki sepertinya. Sama seperti hari sebelumnya, sambil menunggu giliran tim kami untuk melakukan sesi debat, kami menunggu di luar ruangan. Dan ketika itulah, mata kami kembali bertemu pandang, kali ini cukup lama dan diakhiri dengan senyumannya. Entahlah kepada siapa senyuman itu ditujukan, karena saat itu juga dia langsung menyapa kawannya. Ah, bagaimana aku bisa menjelaskan ya? Ya, pokoknya seperti itu. Tapi yang jelas dia memiliki senyum yang menawan.

Hal itu adalah oleh-oleh terakhir yang saya bawa saya bawa sampai hari ini karena hari itu merupakan hari terakhir saya bertemu dengannya. Hari itu tim saya tidak lolos ke tahap selanjutnya. Jujur saya sedih, tapi saya juga berdoa yang terbaik untuk timnya.

Selepas hari itu, saya tidak bisa berhenti memikirkannya, padahal dia belum tentu memikirkan saya. Hmm, tapi saya tidak peduli hahaha. Saya menceritakan tentang sosoknya ke teman dekat saya, dan dia menyarankan saya untuk meng-add akunnya. Awalnya saya ragu, namun akhirnya saya melakukannya. Di luar dugaan saya, saya pikir dia adalah tipe pemilih yang tidak akan notice akan “add” saya. Tapi ternyata, dia menerima pertemanan saya di Facebook. Kala itu saya senang bukan kepalang. Saya memberanikan diri untuk mengirimkan pesan ke dindingnya, and I got double jackpot! Dia membalas pesan saya! Ah tentunya kalian bisa bayangkan bagaimana rasanya! Hahahaha

*meskipun pesan itu tidak berlanjut pada akhirnya*

Melalui akun Facebook nya saya menelusuri tentang dirinya. Saya melihat, dia merupakan anak yang aktif berorganisasi sejak SMP, dia juga pernah menjabat beberapa jabatan penting di OSIS termasuk mejadi Ketua OSIS, mengikuti olimpiade dan sepertinya dia juga cukup berprestasi di bidang olahraga basket. Bayangkan, betapa saya tidak semakin terkagum setelah melihat prestasinya. Saya semakin mengenal sosoknya setelah saya menemukan personal blog nya. Melalui tulisan-tulisannya, saya mengenal dirinya. Sepertinya saya terlalu niat waktu itu, saya benar-benar membaca setiap tulisannya, bahkan dari post pertamanya. Saya mengenal dirinya secara perlahan, tulisannya benar-benar mencerminkan perkembangan dirinya, bagaimana dia belajar tentang kepemimpinan, pendewasaan diri, bagaimana dia belajar membuat keputusan, dan tentunya tentang kisah cintanya. Sepertinya dia merupakan sosok yang cukup populer di lingkungannya.

Ada hal yang menarik di setiap tulisan yang menceritakan tentang kisah cintanya, dia adalah sosok yang manis maksudku romantis. Tentunya dia juga menceritakan sosok wanita yang pernah dibuatnya menangis, namun dia juga menunjukkan perjuangan untuk wanitanya yang berbuah manis.

Beberapa kali dia juga menyelingi tulisannya dengan karya sastranya, saya cukup terkesan melihat kemampuannya menulis puisi. Elegan.

Jujur saja, semakin saya membaca tulisannya, semakin saya mengenal secuil lagi bagian dirinya, semakin saya menginginkannya lebih. Tapi itu terasa fana, tidak pernah ada sedikitpun komunikasi di antara kami. Tidak akan pernah ada hal yang akan menghubungkan kami, di saat itu saya sadar, bahwa dia hanyalah bintang yang tidak bisa saya raih. Posisi saya sama seperti ketika saya ngefans sama TOP BigBang yang sekarang lagi wajib militer. Ya, semacam itu.

Semenjak menyadari hal itu, akhirnya intensitas saya untuk mencaritahu lebih tentang dirinya pun berkurang. Saya mulai disibukkan dengan rutinitas saya, hingga lambat laun saya lupa dengan sendirinya.

Waktupun berlalu dan saya pun sudah tidak mengetahui lagi kabar tentang dia. Sesekali saya pernah mengecek akunnya, saya dapati kalau dia berkuliah di salah satu universitas di kota saya. Saya juga menengok ke personal blog nya, ternyata dia sudah memiliki wanitanya.

Kini sekian tahun telah berlalu, dan beberapa hari yang lalu saat saya membuka akun Facebook saya. Tiba-tiba saya teringat padanya. Saya putuskan untuk melihat akun Facebooknya. Saya tersenyum bahagia, karena meskipun sekian tahun telah berlalu tapi sepertinya tidak banyak yang berubah dari dirinya. Dia tetap menjadi dirinya sendiri. Tatapan dan senyumannya masih sama, kemampuan menulisnya semakin meningkat, dan sisi manis romantis dari dirinya masih jelas terlihat. Ya, terlihat dari sebuah postingan yang ditujukan untuk wanitanya sekarang. Sosok wanita yang berbeda dari terakhir yang saya lihat, tapi itu bukan masalah untuk saya. Saya melihat sepertinya mereka tampak bahagia. Saya juga senang melihatnya. Rasa-rasanya ini seperti melihat idol mu bahagia dengan wanita nya, dengan kehidupannya. Kecuali kalo kamu fans yang anarkis. Oiya, satu lagi, dia juga masih tetap sama, dicintai oleh lingkungannya.

Jujur saja saya menjadi terinspirasi untuk memulai menulis dan memiliki personal blog pun juga karena dia. Dan saya baru sadar, kalau ini bisa disebut dengan love at first sight, apakah berarti di adalah love at first sight saya? Karena jujur saja, saya tidak terlalu percaya dengan idiom itu hehehe. Tapi tidak ada yang tidak mungkin bukan?

Oiya, sejak kompetisi debat itu, sebenarnya saya sempat satu kali melihatnya. Saat itu sedang ada kompetisi basket tahunan yang digelar oleh SMA nya, saya menonton, dan sekilas saya melihatnya. Tapi sepertinya dia tidak menyadari keberadaan saya. Yaudahlah ya, terlebih saat itu juga keadaan cukup ramai.

Bagaimanapun keadaannya sekarang tentunya saya senang karena dia baik-baik saja dan bahkan lebih bahagia. Saya senang dia pernah menjadi bagian dari diri saya, meskipun saya tidak menjadi seperti itu untuknya. Setidaknya dia meninggalkan jejak yang bermanfaat untuk saya, untuk setiap inspirasi yang telah dia berikan kepada saya. Untuk setiap senyuman ketika saya mengingat hari itu, sekitar hampir 6 tahun yang lalu. Ketika mengingat dia, atau membuka akun Facebooknya, sebenarnya saya merasa ditarik kembali ke hari itu. Merasakan kembali hari cerah, hari yang hangat, ketika pertama kalinya hati ini berdebar pada orang asing.

Kisah ini mungkin terdengar menyedihkan karena bahkan dia tidak pernah menyadari kehadiran saya hingga saat ini. Tapi untuk saya, ini adalah salah satu kisah manis dari masa lalu.

Seperti hal nya dia sekarang, saya pun kini menjalani kehidupan saya. Melangkah ke depan untuk mencapai cita-cita saya. Saya mendoakan yang terbaik untuknya.

Untuk teman-teman yang ingin berbagi tentang puppy love nya, kalian tidak perlu ragu. Just embrace yourself, and it isn’t a crime! Hahaha

Setiap orang yang didatangkan ke kehidupan kita pastilah selalu beralasan. Sekalipun apabila kita hanya berpapasan di persimpangan.

 

Sajak Rindu

Malam ini, dengan segelas kopi pahit

aku duduk di beranda rumah

Kutitipkan pesan pada langit kelam yang tenang

Sebuah pesan rindu, untuk kamu dan Yogyakarta

 

Apa kabar hari ini?

Sudah lama aku tidak merasakan hangatmu,

Hangat senyummu, hangat sapa mu, hangat kota mu

Kamu yang istimewa karena selalu menawarkan candu rindu

Kamu yang mencandu aku, namun tidak hanya untuk diriku

 

Menjadi kenangan yang menggenang

Terkenang dan dikenang

Tempat kenanganku terjahit dengan hangat

Sehangat rindu yang selalu aku seduh meski terkadang itu pahit

Catatan Kecil

Terinspirasi dari sebuah kisah di pertengahan Bulan April yang lalu, sebuah pembuktian akan rangkaian kalimat sederhana namun sarat makna.

Tentunya kalian sudah cukup sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat di bawah ini:

“Setiap orang memiliki jalannya masing-masing.”

“Hidup ini bukan tentang perlombaan, bukan tentang siapa yang lebih cepat atau siapa yang pemenangnya”

“Kalau kita sudah berusaha, tapi belum berhasil, percayalah bahwa Tuhan bukan memberikan yang tercepat tapi pastilah yang terbaik”

Sebagian orang pasti akan larut dan membenarkannya, namun sebagian lagi pasti ada yang akan berusaha menyanggahnya. Saya tidak bermasud untuk men-judge, saya hanya akan mendasarkan ini pada pengalaman pribadi saya. Menurut saya, sebagian dari mereka yang berusaha menyanggah pernyataan itu adalah mereka yang belum sampai pada tahap “hal tersebut terjadi di hidup saya”. Mereka masih membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mereka yang belum menikmati seni dari sabar serta ikhlas. Sekali lagi, saya tidak akan men-judge, karena saya pernah menjadi si penyanggah.

Permasalahan yang saya hadapi ini mungkin juga pernah atau sedang dialami oleh berpuluh ribu ataupun beratus ribu orang di luar sana. Permasalahan ini menjadi sensitif, sesensitif apabila kamu menanyakan berat badan seorang wanita. Ya, pekerjaan. Mencari kerja.

Terhitung semenjak saya diwisuda pada bulan Agustus 2016, saya sudah berusaha memasukkan berbagai lamaran ke perusahaan A, B, C, D, E, dan banyak lagi. Berbelas kali meng-apply lamaran secara online, atau mengirim email, semua hasilnya nihil. Saya memang tidak pernah mengikuti job fair, padahal dalam periode semenjak saya diwisuda, terhitung ada 2-3 event job fair. Alasannya? Saya terlalu pemilih, saya selalu mencocokkan latar belakang pendidikan saya dengan perusahaan partisipan job fair apabila tidak ada yang menarik minat saya, saya memutuskan untuk tidak mengikuti job fair tersebut. Saya tidak bermaksud buruk, ataupun ingin menimbulkan kesan yang tidak baik bagi teman-teman yang sedang berjuang atau pernah berjuang dengan mengikuti job fair, hanya saja sedari dulu saya cenderung memilih menggunakan “hati”. Kalau memang tidak ada perusahaan yang nyantol sama saya, saya mending milih untuk tidak datang. Setiap ada informasi tentang job fair, hal yang saya lakukan pastilah mengecek perusahaan yang menjadi partisipan dalam acara tersebut, mencari informasi tentang perusahaannya, melihat vacancies yang tersedia, mencocokkan dengan latar belakang pendidikan saya, dan memperkirakan peluang saya. Ya, banyak pertimbangan yang mendasari saya dalam mengambil keputusan.

Singkat cerita berbulan-bulan saya masih pada status yang sama, fresh graduate yang masih mencari pekerjaan. Pada Bulan Desember 2016, saya sempat mengikuti sebuah tes tertulis untuk sebuah pekerjaan di suatu instansi pendidikan namun ternyata belum menjadi jodoh saya. Perasaan resah mulai muncul, melihat teman-teman yang sudah mondar-mandir dengan pekerjaannya, mendengar berbagai pencapaian mereka, beban sosial yang harus ditanggung dengan ragam pertanyaan “Sekarang kerja di mana?”, “Kamu udah kerja belum?”, atau “Udah apply kemana aja?”. Alhasil itu cuma bisa saya jawab sambil cengar-cengir saja, sekedar menyampaikan sedang menunggu panggilan. Iya, panggilan yang tidak pernah saya dengar.

Akhir Bulan Januari 2017, sebuah berita yang sangat saya tunggu akhirnya datang. Tidak, bukan karena saya mendapat panggilan kerja, hanya saja sebuah perusahaan yang saya incar, akhirnya membuka rekrutmen tahunannya. Ya, besar-besaran dan jumlahnya pendaftarnya pun sampai belasan ribu. Sistemnya adalah pendaftaran online dan saya langsung apply begitu saja di websitenya. Tidak banyak pertimbangan A, B, C, seperti saat ingin mengikuti job fair karena yang ada dipikiran saya adalah hati saya sudah terpaut di perusahaan ini, posisi yang saya apply pun juga memungkinkan untuk latar belakang pendidikan saya, meskipun saingannya se-Indonesia, kala itu saya optimis menjadi yang beruntung untuk lolos. Padahal kalau dipikir lagi, tentunya peluang saya akan jauh lebih besar apabila saya mengikuti job fair daripada mengikuti program ini belum lagi saya harus menunggu satu setengah bulan untuk mengetahui hasil seleksi onlinenya.

Bulan Februari 2017, saya akhirnya mulai memikirkan beberapa kemungkinan yang mungkin timbul, lebih tepatnya kemungkinan buruk. Berkat rekomendasi teman, saya mengirim lamaran ke beberapa hotel. Sebenarnya saya cukup percaya diri juga di sini, karena itu sesuai dengan latar belakang saya, namun ternyata kesempatan itu bukan milik saya. Resah saya sepertinya semakin menjadi, pikiran saya mulai berantakan, saya semakin merasakan beban dan menjadi beban untuk orang tua saya. Mama saya tidak pernah memaksa saya, tidak seperti teman-teman beliau yang sudah menceramahi saya A, B, dan C. Mama saya tetap menyemangati saya, berkata kepada saya untuk selalu sabar, pasti akan ada waktunya. Saya tahu, meskipun mama saya berkata seperti itu, di dalam hatinya beliau selalu menyimpan harap.

Tidak adanya kabar terkait lamaran yang saya kirim di Bulan Februari tentunya membuat keresahan saya semakin besar. Saya terus beribadah kepada Tuhan, meminta, agar saya dapat lolos dan mendapatkan undangan untuk mengikuti tahapan lanjutan dari rekrutmen tahunan perusahaan yang sudah saya incar tadi. Berbekal kepercayaan diri bahwa saya akan lolos dan menerima undangan tes lanjutan, saya mempersiapkan diri dengan matang untuk mengikuti rangkaian tes tersebut. Mempelajari perusahaan tersebut, berlatih tes psikologi, update berbagai informasi terkini, saya mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Sampailah kita di pertengahan bulan Maret 2017, di mana pengumuman kelolosan tahap rekrutmen perusahaan itu akan diinformasikan melalui akun di website perusahaan tersebut dan melalui email. Dua hari saya menunggu, namun tidak ada pemberitahuan apapun yang menyatakan saya berhak untuk mengikuti tes tahap selajutnya. Di situ saya masih berpikir positif, “ah mungkin saja belum sampai, kan pendaftarnya belasan ribu, se-Indonesia”. Hati saya sudah tergerus bersiap retak, bayang kegagalan sudah siap memeluk saya, namun saya masih bisa menyangkal, saya tetap berpikir positif. Dan pada akhirnya hati saya retak juga, mendengar bahwa teman saya telah mendapatkan “undangan impian saya”, melihat para netizen di akun media sosial perusahaan itu yang berkomentar telah menerima “undangan impian saya”.

Saya sebenarnya turut bahagia kepada mereka yang mendapatkan kesempatan itu, namun sejujurnya di saat itu juga saya sudah merasa gagal. Ya, sampai akhirnya pun saya tidak mendapatkan “undangan impian saya” itu, karena kalau tidak salah, dari perusahaan pun saat itu menyatakan bahwa seluruh undangan telah dikirimkan. Hati saya pecah, tangis saya pecah.

Hahh…

Beragam pikiran muncul, pikiran negatif sejenis “saya tidak berguna”, “saya tidak bisa apa-apa”, “saya telah gagal”, “persiapan saya sia-sia”, “saya ini beban”, “ini pasti karena saya kurang berusaha”. Sambil menangis, mood yang rusak, pikiran saya dipenuhi oleh hal-hal itu. Saya meminta maaf kepada Mama saya. “Maaf, saya belum bisa memberikan apa-apa, maaf saya masih menjadi beban”. “Maaf, saya membuat mama malu, kalau ditanya ini itu oleh tetangga atau teman mama”. Lagi-lagi, Mama saya menenangkan saya, hanya dengan berkata, “Nggak papa, sabar. Mama nggak malu kok. Nggak papa”. Beliau mengutarakan itu sambil mengelus-elus saya.

Dari sekian kejadian, kejadian itu adalah yang paling membuat saya terjun bebas. Bahkan saat menulis ini saya masih bisa merasakan kejadian saat itu. Tapi entah, seperti saya tak ingin terlalu lama terjebak dalam kesedihan saya itu, saya ingin segera bangkit dan terbang lagi. Ada sebuah kesempatan lagi yang ingin saya coba. Kesempatan itu diinformasikan oleh teman saya melalui gruop chat angkatan yang biasanya kalau ada info seperti itu, suka saya abaikan. Tapi saat itu tidak, entah kenapa saya memberikan atensi lebih dan saya tertarik untuk mencobanya sambil bergumam dalam hati, “kalau ini memang jalan saya, maka jadilah”.

Dan ternyata inilah jalan saya. Jalan yang diberikan Tuhan untuk saya. Alhamdullillah, saya akhirnya mendapatkan kesempatan saya, menerima rejeki saya, dan menemukan jalan saya. Tuhan pada akhirnya memberikan waktu terbaikNya untuk saya..

Menilik kembali ke belakang, akhirnya saya menyadari banyak hal yang sebenarnya sedang diajarkan oleh Tuhan kepada saya. Hal itu membuat saya sadar bahwa ternyata masih banyak hal-hal yang harus saya ketahui dan pelajari. Mungkin hal-hal itu adalah bagian dari persiapanNya untuk saya, bukankah Dia Yang Maha Mengetahui segala?

Saya juga jadi berpikir bahwa mungkin Tuhan sedang membantu saya membayarkan “hutang waktu” saya pada Mama saya, yang selama ini sudah saya tinggal sendiri karena saya terlalu disibukkan dengan kuliah, kegiatan UKM, magang, pergi dengan teman, dll. Tidak akan lunas pastinya, tapi hal itu bisa merubah pandangan saya selama ini, karenaNya saya jadi sadar kalau selama ini telah banyak hal-hal yang terlewat. Setidaknya saya anggap masa ini adalah bengkel perbaikan diri saya.

Hal lain yang saya rasa menjadi poin utama adalah tentang kesabaran dan keikhlasan. Hal-hal yang sering diutarakan oleh Mama saya, beberapa sahabat yang memberi masukan, semuanya membicarakan tentang kesabaran dan keikhlasan. Saat itu saya hanya bermodalkan “pokoknya iyain aja”, karena sebenarnya ya saya tahu saya harus sabar dan ikhlas. Tapi karena saya belum bisa merasakan buah kesabaran dan keikhlasan saya, saya masih tetap saja resah.

Tidak bermaksud merubah tulisan ini menjadi tulisan religius. Tulisan ini mungkin hanya sedikit bukti akan peran Tuhan dalam kehidupan kita. Saya percaya, kekuatan yang timbul yang membuat saya seketika bangkit dari kesedihan saya, adalah kekuatan Tuhan. Dia menyelamatkan saya dari terjun bebas saya, mengganti sayap saya dengan yang lebih kuat sehingga saya bisa mengepak lebih kuat dan terbang lebih tinggi. Dari situ saya juga belajar, bahwa melalui kejadian-kejadian itu, saya sedang diuji. Saya sedang diuji mengenai tingkat kesabaran dan keikhlasan saya ketika saya beribadah kepadaNya. “Apakah saya hanya datang ketika butuh saja?”, “Bagaimana kalau saya diberikan sebuah kegagalan? Apakah saya akan marah dan tidak akan beribadah lagi?” Mungkin itu adalah bentuk-bentuk ujian saya.

Saya bersyukur, Tuhan masih menyayangi saya. Dia menegur saya untuk kebaikan saya. Tidak akan ada usaha atau hal yang sia-sia. Tuhan telah mengaturnya tepat pada waktu terbaikNya. Kita semua memang sudah memiliki jalan kita sendiri, asal kita selalu memberi usaha terbaik kita, maka jalan Tuhan yang terbaik jugalah yang akan diberikan kepada kita.

Kepada teman-teman semua, perjuangan kita tentunya berbeda-beda karena jalan kita pun juga berbeda. Apapun tahapan yang sedang dijalani ataupun telah dicapai selama ini, saya yakin sebenarnya ada banyak hal positif yang didapatkan. Jalani semuanya dengan sabar, ikhlas, menyertakan peran Tuhan, dan tentunya selalu bersyukur.

Tetap berpikiran positif dan percaya bahwa Tuhan telah menyiapkan rencana yang terindah dan terbaik. Menyertakan peran Tuhan sungguh membuat saya merasa lebih damai.

Oiya, saya juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat saya yang telah ada untuk menguatkan saya ketika saya lemah dan ketika saya jatuh.

Semoga Tuhan selalu membimbing dan melancarkan jalan kita.

Spread the love and stay positive!

Sekarang ada hadiah untuk teman teman yang telah membuang waktunya untuk membaca tulisan saya ini.

Lagu ini juga menjadi penyemangat untuk saya yang kala itu sedang jatuh.

Menjadi Kita

Aku telah menjelma aku untuk mencintaimu

Kamu tidak pernah menjelma orang lain untuk aku cintai

Aku menjadi aku dan kamu menjadi kamu

Seharusnya, aku dan kamu bisa menjadi kita

Namun siapa disangka

Dibalik kata “seharusnya” tentunya adalah sebuah rencana manusia

Kita adalah rencanaku

Namun aku dan kamu adalah rencana Tuhan

Dan aku tidak pernah tahu, akankah kita menjadi “kita”

Hujan dan Bumi

Bagai bumi yang tak mampu mengelak hujan

Asing, terasa asing basah di tempat yang kering

Dingin, terasa dingin sejuk ketika air menyentuh bumi

Hujan tidak pernah memilih, di mana dia akan jatuh

Hujan tidak akan pernah tahu, perasaan bumi ketika ia sentuh

Hujan juga tidak pernah tahu, bahwa aromanya di kali pertama menyentuh bumi,

Telah membuat banyak orang jatuh cinta..

 

Hujan juga tidak pernah tahu bahwa dia telah membuat bumi jatuh cinta

Diam-diam bumi selalu mengharapkan kehadirannya

Diam-diam bumi selalu mengharapkan untuk disentuhnya

Bumi selalu menerima apa adanya hujan

Gerimis, deras, bahkan hingga hujan es sekalipun

Bumi tidak pernah memilih hujan yang boleh membasahinya

Bumi tidak pernah tahu, hujan seperti apa yang akan menyentuhnya hari itu

 

Tapi bumi selalu menunggu hujan

Meski hujan tak singgah selamanya,

Namun hujan telah membuat bumi bersyukur,

Bahagia, karena telah dihadirkan sebagai bumi

 

Kamu yang seperti hujan

Aku yang seperti bumi

Sebuah Kisah tentang Masa Lalu

Well, sebenarnya di sini saya ingin membahas sedikit kisah tentang masa lalu. Ya, setiap orang pasti memiliki kisahnya di masa lalu. Bahkan kisahnya di hari ini adalah calon masa lalu untuknya di kemudian hari. Saya ingin mencoba berbagi tentang pandangan saya terhadap masa lalu.

Secara garis besar, mungkin lini masa dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Hal ini mungkin mirip-mirip dengan pelajaran bahasa inggris anak SD ya, basic word patterns. Tapi sepertinya memang benar adanya. Masing-masing bagian dari lini masa ini terus bergerak maju, sehingga uniknya ketiga bagian tadi menjadi “pernah”, “sedang”, dan “akan”. Hal-hal tersebut terus berlangsung dalam hidup kita, seperti sebuah siklus.

Berbicara tentang masa lalu, kejadian yang “pernah” kita lewati. Mengamati keadaan sekitar, saya merasa bahwa “masa lalu” akan membawa dampak untuk kehidupan seseorang di “masa kini”-nya dan tidak menutup kemungkinan untuk “masa depan”-nya. Seperti ada keterkaitan, hubungan sebab-akibat. Misalnya, katakanlah saya dahulu pernah memiliki mantan pacar yang memiliki keyakinan berbeda dengan saya. Dulu memang sangat menyakitkan ketika memilih untuk berpisah, namun hal tersebut memang telah dipertimbangkan secara matang karena tidak bisa untuk dipaksakan. Hal tersebut mempengaruhi saya di masa sekarang. Saya tidak ingin mengulang rasa sakit itu lagi, sehingga saya pun berusaha untuk tidak mengulang hal yang pernah saya lakukan dulu. Entah ini bisa dibilang sebuah trauma atau aplikasi saya dalam “belajar dari masa lalu”. Namun sekarang hal tersebut benar-benar mempengaruhi saya untuk memilih calon pendamping saya nantinya. Tentunya bukan hanya pemisalan itu saja yang menjadi contoh bentuk hubungan “masa lalu” ini, ada banyak contoh yang saya alami atau mungkin teman-teman alami juga.

Misalnya lagi, seorang ibu tentunya membesarkan anaknya dengan limpahan kasih sayang yang besar, namun ada sebagian di antaranya yang melebihkan pemberian kasih sayang itu. Bukan agar si anak menjadi manja, melainkan agar si anak tidak merasakan betapa sedihnya kekurangan kasih sayang ibu seperti yang mungkin dialami oleh ibunya dulu.

Ada banyak hal dari masa lalu yang sebenarnya secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana kita hari ini. Dan bagaimana kita hari ini, tentunya akan mempengaruhi bagaimana kita di masa yang akan datang. Berbagai hal itu seakan menjadi alasan untuk bagaimana kita bertindak. Hal tersebut juga akan terelasi dengan keadaan sekitar kita dan benar-benar membuat ranah kompleks yang cukup sering membuat kita terkagum.

Menurut saya, masa lalu itu memang sengaja dihadirkan dan kita tidak didesain untuk melupakan masa lalu. Berbagai kejadian yang pernah terjadi tentunya akan tersimpan menjadi kenangan agar ada yang selalu menjadi pengingat untuk kita.

Mengingatnya tentu akan memberi pelajaran untuk kita. Perlahan kita membangun, memoles, menata hidup kita ke depan ini dari barisan-barisan masa lalu yang membekalkan pelajaran. Mungkin memang ada pernyataan bahwa “kita harus selalu melihat ke depan, jangan menengok terus ke belakang.” Pernyataan tersebut memang tidak salah, namun ketika kita hanya menengok terus ke belakang, maka tandanya kita tidak bergerak dan hanya diam di tempat. Pun ketika kita hanya melihat ke depan, kita sama tidak bergeraknya.

Lalu apa ya yang harus kita lakukan?

Kita tentunya harus berjalan ke depan dengan tujuan, sambil membawa bekal-bekal yang telah kita kumpulkan di belakang. Sehingga ketika dalam perjalanan, kita tidak akan kekurangan. Selama perjalanan, jangan lupa untuk tetap mengumpulkan bekal-bekal lain yang sekiranya pasti dibutuhkan untuk perjalanan ke depan yang masih akan sangat panjang.

Masa lalu memang tidak untuk dilupakan, ditinggalkan pun dia akan selalu ada di belakang kita. Seperti apapun itu masa lalu yang pernah kita alami, masa depan kita masih bersih dan suci. Begitulah sekiranya saya pernah mendengar omongan motivator yang terkenal dengan “jalan emas” nya.

Jadi sebenarnya, masa lalu itu memang sangat berharga. Namun perlu kembali diingat bahwa lini masa ini bergerak maju, hidup ini bergerak maju. Kita juga harus tetap berjalan maju, sesuai dengan kehidupan. Menanti dan memanen hubungan baik antara sebab-akibat.
Sekarang yang tersisa hanyalah pilihan. Kita mau atau tidak. Kita berhenti atau maju. Kita menjadi baik atau menjadi buruk. Ujungnya berakhir lagi pada diri kita, pada pilihan kita.