Kabar dalam Pandemi

Tahun 2020 sudah pastilah menjadi tahun yang penuh kejutan, ya terlalu banyak kejutan di tahun ini. Salah satu kejutan terbesar mungkin adalah pandemi COVID-19 dan disusul dengan resesi ekonomi.

Jujur, karena situasi ini ada perasaan tidak nyaman yang harus dialami. Ya, ini situasi pandemi pertama yang aku alami dan makin terasa lagi oleh keadaan perekonomian yang sedang turun.

Dampak langsung yang aku alami adalah perusahaan tempat aku bekerja harus mengurangi sebagian besar karyawannya dan adanya pemotongan gaji bagi mereka yang masih dipertahankan. Sudah pasti, bukan hanya aku sendirian yang merasakan ini.

Masa-masa ini adalah masa perjuangan. Keyakinan akan adanya ‘dunia baru’ yang akan lahir setelah pandemi ini berakhir, dan juga tentang bagaimana kita menghadapi situasi ini.

Ini merupakan masa yang cukup sulit untukku. Semua kekhawatiran dan ketakutan akan ketidaktahuan apa yang akan terjadi di masa depan cukup mengganggu. Mencoba untuk melihat ini sebagai tantangan dan kesempatan untuk berkembang dibandingkan melihatnya sebagai suatu hambatan. Terdengar bijak, namun tidak semudah itu dilakukan.

Mencoba untuk fokus ke hal-hal yang terdekat, seperti apa yang bisa dilakukan besok dibandingkan memikirkan hal-hal terlalu jauh mungkin bisa menjadi salah satu hal yang bisa menjaga agar pikiran dan jiwa tetap sehat.

Segala perasaan ataupun ketidaknyamanan yang kini hadir adalah wajar.

 

Fase yang Menakutkan: “Baby, Take A Leap of Faith…”

“Take a leap of faith”

Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mempercayai kalimat tersebut. Mungkin sebagian besar orang akan menilai hal tersebut adalah hal yang naif. Betul, bisa jadi naif apabila tanpa disertai suatu usaha.

Aku juga termasuk salah satu orang yang meyakini bahwa selama kita percaya kita mampu, maka kita akan bisa melakukannya, dan poin terpentingnya adalah ‘mau’.

Pada suatu fase kehidupan, akhirnya aku sampai pada suatu titik ketika aku mempertanyakan tentang siapakah diriku dan mau jadi apa sih aku ini sebenernya. Aku percaya, setiap orang yang ada di muka bumi ini, pasti memiliki misinya masing-masing. Beberapa orang dengan kelebihan berkat mungkin bisa dengan mudah menemukan dan menyampaikan misinya di dunia, namun tidak sedikit pula yang harus melalui beberapa tahapan dulu sampai akhirnya menemukan misinya.

So, it clears. Everyone has their own path. Their-own-path.

Fase ini mungkin adalah salah satu fase yang paling menyeramkan. Fase di mana kegagalan bisa datang kapan pun, fase di mana pertanyaan-pertanyaan liar berdatangan, keraguan pada diri sendiri menghantui, dan keadaan kita terombang-ambing, mau dibawa kemana sih hidup kita ini.

Hal tersebut akhirnya membawa ketakutan untuk diri kita sendiri. Ketakutan untuk melangkah, ketakutan untuk meninggalkan zona nyaman, ketakutan akan esok hari, dan ketakutan-ketakutan yang lainnya.

Siapakah yang bisa membebaskan kita dari semua ketakutan itu?

Jawabannya adalah diri kita sendiri.

Kita yang menentukan pilihan, akan kita hadapi, atau kita larut di dalamnya. Ketakutan itu sebenarnya dapat berubah menjadi kesempatan. Tentu menyeramkan, namun ketika kita tidak mencoba berani melangkah, maka kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi.

Take a leap of faith.

Believe.

Hal yang perlu dilakukan adalah mencoba untuk percaya pada diri kita sendiri dan berhenti melihat garis jalan orang lain yang membuai kita dan membuat kita melupakan jalan yang ada di depan kita.

Kita memiliki tujuan hidup yang ingin kita capai tentunya. Kalau kita masih sibuk ngurusin hidup orang lain, ya kita nggak nyampe-nyampe dong beb.

Mungkin jalannya nggak akan mudah, mungkin di depan juga pasti akan ada godaan buat tengok kanan kiri. Tapi, selama kamu udah percaya pada jalanmu, selama kamu udah mampu untuk berdiri dengan kakimu sendiri, selama itu pula kamu pasti akan bisa melewati semua yang akan muncul di jalanmu.

Eh, kok yang pertama nggak percaya sama Tuhan sih? Malah percaya sama diri sendiri, kamu musyrik ya?

Hmm, mohon maap, bukan gitu juga beb.

Well, menurutku percaya sama Tuhan itu udah menjadi hal yang utama, dan ketika kamu percaya pada dirimu sendiri hal itu adalah bukti bahwa kamu percaya sama Tuhan.

Inget deh. Jauh sebelum kamu menyadari dan kamu diajari untuk percaya sama Tuhan, Tuhan sudah lebih dulu mempercayakan kamu untuk hadir di bumi ini, hidup dalam tubuhmu sekarang, dan memberikanmu misi untuk kamu sampaikan di bumi.

Jadi menurutku, adalah hal bagus apabila kamu mulai bertanya pada dirimu sendiri tentang siapakah dirimu dan bertanya tentang hal apa yang kamu ingin lakukan atau kamu ingin capai.

Kalopun masih ada keraguan, itu bisa jadi hal yang lumrah. Kalo masih ada ketakutan itu juga hal yang biasa.

Tapi akhirnya aku yakin hal itu pasti akan jadi trigger buat diri kita sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa mengubah cara pandang kita dan mengingatkan kita untuk selalu ingat pada tujuan kita. Pada akhirnya, pilihannya ada di diri kita sendiri, bagaimana kita akan menyikapi fase ini.

I know it’s not easy, it’s scary. Finally you see the world through your own eyes, to finally walk the path with your own foot, to realize there’s no body you can rely on except yourself.

Well, this story isn’t just a bullsh*t. I wrote this based on my own experience, based on my feelings.

So, when the questions are coming

“Who am I?”

“What I am going to be?”

“What I want for my life?”

“Am I capable doing this?”

Baby, take a leap of faith. You are on the right track.

It doesn’t mean I don’t have any worries, doubt, or fears anymore. They are still inside my mind, but they make me keep going.

Hopefully, I can ‘break’ my own wall, to keep moving and growing.

Maybe it’s gonna be rough and tough, but let’s find out, how far I can go through.

Cheers,

🙂

2018 dalam Satu Paragraf

Tahun 2018 memberikan warna baru dalam hidup saya. Berbagai perjalanan telah dilalui. Cuaca pun tidak selamanya cerah, kadang mendung, bahkan hujan deras. Serangkaian peristiwa telah tercatat rapi dalam jurnal, memberikan pelajaran dan pengalaman berarti untuk bekal melangkah selanjutnya. Peristiwa yang telah menguras emosi dan tenaga kita. Tidak hanya tentang amarah atau kesedihan, terkadang bahagiapun juga menguras tenaga terlebih jika itu hanya pura-pura. Perlu diingat bahwa apa-apa yang telah terjadi mungkin memang telah baik adanya. Sesuai porsinya, seperti peran yang telah dipilihkan Tuhan untuk kita di bumi ini. Kita harus menjalaninya sebaik-baiknya. Banyak yang semula tidak kenal, akhirnya kenal, lalu jatuh cinta. Tidak sedikit pula yang setelah mengenal malah patah atau tidak menemukan jalannya. Semua sudah seharusnya terjadi. Tidak bisa kita kabur, namun harus dihadapi. Semua itu warna yang akan melukiskan kisah hidup. Bukan termasuk dalam tahun yang terbaik namun sangat patut untuk disyukuri. Semoga di tahun yang baru ini semuanya akan menjadi lebih tulus, lebih bahagia, dan lebih bermanfaat.

ibrahim 7

 

 

 

Artinya : Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan :”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, tetapi jika  kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

 

Salatiga, 6 Januari 2019

With love,

 

SD

Mantra Pelan-Pelan

Pelan-pelan terdengar tidak menarik

Karena inginnya cepat dan segera

Mendengar kata orang tentang bagaimana seharusnya

Kata orang itu susah, kata orang tidak usah

Tapi bagaimana kalau pelan-pelan mencoba

Pelan-pelan berubah menjadi tidak seperti kata orang

Pelan-pelan mengikis iri tidak membandingkan diri

Mungkin saja akan berbeda

Mungkin saja diberi ijin semesta

Mungkin saja Tuhan akan menjawab dan menunjukkan

Pelan-pelan..

Jadi, lakukan saja pelan-pelan

Pelan agar tidak gaduh namun tetap bertindak

Pelan dalam bertindak namun jelas akan tujuan

***

Sedikit cerita tentang mantra pelan-pelan ini ya. Mantra ini tercipta karena teinspirasi dari Instastory seseorang. Sebenarnya sudah dari beberapa waktu yang lalu. Kalau sempat membaca, saya sudah menyelipkan sedikit tentang “pelan-pelan” ini di beberapa tulisan saya sebelumnya. Asal muasalnya ya berasal dari unggahan Instastory nya. Sampai akhirnya hari ini dia menuliskan kembali tentang “mantra pelan-pelan”nya. Entah, saya hanya merasa bahwa ini menjadi pengingat untuk saya. Penahan ego saya.

Oh iya.. Secara pribadi pun saya sudah mengucapkan terima kasih kepada si pemilik Instastory ini atas unggahannya yang berfaedah. Ini memang cukup freak sih karena saya main asal DM aja, apalagi kami tidak saling mengenal dengan baik (another kenekatan Shintya 2018). Dia tidak mengenal saya sama sekali, dan dia juga bukan seorang public figure atau sejenisnya hahahaha. Dia merupakan seorang pegawai di salah satu instansi tempat saya pernah magang dulu. Jujur, awalnya dulu hanya sekedar kepo, he is good looking and looks so smart. Smart people’s charm is inevitable for me. Jadilah akhirnya saya follow akun Instagramnya dan ternyata ada bonusnya he has a good voice hehehehe. Tapi ya gitu, udah cuma sekedar gitu aja. Saya nggak pernah action lebih dari sekedar double tap, bahkan udah sempet lupa kalau pernah follow.

Dari yang awalnya saya follow dia karena sebatas kepo, eh tapi ternyata dua tahun setelahnya, saya malah dapat insight yang ngena banget dari dia yang saya sendiri pun nggak pernah duga.

Ya gitu.. Jawaban dari doa kita memang bisa diberikan melalui perantara apapun yang dikehendakiNya, bukan?

Mungkin saja, doa saya memang sedang dijawab pelan-pelan..

My Marching Band Life #1

Tulisan ini dibuat berdasarkan kebaperan melihat adik-adik Marching Band UGM (MBUGM) yang berkompetisi dalam IDCC (Indonesia Drum Corps Competition) hari ini. Mereka tampil di final setelah sebelumnya tampil dalam pre-lims pada tanggal 16 November 2018. Alhamdullillah, hari ini mereka mendapatkan juara ke tiga. Perjuangan mereka tidak mudah, pencapaian mereka adalah apa yang terbaik dari yang telah mereka berikan selama ini. Untuk kami, mereka tetap juara.

Jujur saya memang tidak terlalu banyak mengikuti perkembangan mereka selama ini. Hanya sedikit cerita saya dapatkan dari rekan-rekan ex-PH (Pengurus Harian) saya dulu atau secuil dari media sosial. Melihat penampilan mereka sejak pre-lims via live streaming Instagram membuat aura itu kembali muncul dan menarik saya untuk kembali di masa-masa saya menjadi Pengurus Harian tahun 2015. Saat itu kami pun sama, diberi tantangan untuk membawa unit kami ini maju berkompetisi dalam GPMB (Gran Prix Marching Band) ke XXXI di Istora Senayan.

Ya, perjuangan mereka, pengorbanan yang telah diberikan pasti sudah sangat besar. Tidak ada hal lain selain bangga. Saya bangga pada pencapaian adik-adik saya ini yang telah bertahan, berjuang, dan akhirnya mereka menang. Mereka menang, mereka adalah pemenang. Selamat sekali lagi untuk adik-adikku ini. Terimakasih untuk segala usaha yang telah diberikan. Kalian hebat.

Perjuangan mereka tidak mudah. Untuk tampil selama 12 menit perlu ratusan jam yang harus dihabiskan untuk berlatih. Banyak urusan-urusan yang terpaksa harus ditunda, untuk latihan. Bahkan kuliah pun tidak jarang menjadi korban. Banyak celetukan kalau anak marching itu kuliahnya ya marching itu sendiri, terus UKM nya baru urusan akademiknya. Sadis. Tapi emang kebanyakan akan terkesan begitu, terutama untuk tahun-tahun kompetisi. Makanya saya salut sama mereka-mereka yang masih bisa menyeimbangkan semuanya. Luar biasa kalian tu :’)

Kehidupan marching band saya dimulai sebagai crew untuk squad GPMB XXIX, player, pengurus harian, dan yang terakhir sebagai manajerial. Hmm, memang ada semacam jenjang karirnya sih kalau menurut saya. Jadi, intinya di Marching Band itu, kalian bisa jadi apa saja. Semua pilihan kalian. Nggak mau jadi apa-apa pun juga nggak masalah :’)

Banyak perjalanan yang saya lewati, banyak pengalaman yang saya dapat, banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Berorganisasi menjadi nyawa tersediri untuk saya. Hal yang paling menyenangkan adalah kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru, menyampaikan ide dan ide mu disetujui, berinovasi, mendapat ilmu-ilmu baru, serta kesempatan-kesempatan yang belum tentu kamu dapatkan secara cuma-cuma. Terkadang mungkin juga akan terjadi perbedaan pendapat, tidak jarang pertumpahan emosi pun ada ketika semua sudah dalam kondisi tertekan dan stres, namun semua itu tetap harus dalam koridor dan pastikan itu terjadi karena didasari keinginan untuk kemajuan bersama bukan masalah pribadi.

Kebetulan saat itu saya diamanahi untuk menjadi Ketua Bidang Hubungan Masyarakat, jadi saya pun lebih mengurus untuk perihal hubungan internal dan eksternal unit, manajemen alumni dan media sosial, serta dokumentasi. Lumayan, saya bisa belajar sedikit tentang dunia fotografi dari sini hahaha

Hampir 24/7 saya habiskan untuk unit MBUGM. Saat weekdays, kami harus mendampingi latihan dari pukul 18.45 – 22.00 WIB, saat tidak ada latihan kami (pengurus dan manajerial) harus rapat, saat weekend pun kami harus mendampingi mereka latihan (09.00 to 21.00 atau 10.00 to 22.00). Jadi, sudah bukan hal yang aneh apabila kami membawa tugas kuliah ke lapangan. Memang perjuangan kami sama, banyak yang dikorbankan. Seperti yang sudah saya sampaikan, tidak jarang kami juga mengorbankan kuliah, ujian terkadang harus susulan, kehilangan waktu dengan orang-orang terkasih, tenaga dan emosi yang terkuras. Masing-masing dari kami, memiliki perjuangannya sendiri di unit ini. Menurut saya, mungkin bisa jadi versi kecil dari kehidupan karena di sini sangat kompleks.

MBUGM memberikan saya keluarga, sudah menjadi rumah, akan selalu menjadi tempat untuk “pulang”. Unit ini lebih dari sekedar saksi dari tumbuh dan berkembangnya saya. Sebagian dari saya terbentuk di dalamnya.

Wah, ternyata sebegitu berpengaruhnya unit ini untuk saya.. *wondering*

Masa-masa berat dan jenuh pun pernah saya alami. Pernah ketika saya jenuh, saya mencoba untuk menyibukkan diri dengan kegiatan organisasi kampus yang sering saya nomor dua kan. Namun ujung-ujungnya saya tetap kembali, semacam ada rindu. Nggak sih waktu itu karena ada yang dirindu hahahahaha

Ya, romansa, drama, perjuangan, canda, tangis, tawa, semua terkemas di masa-masa itu. Kehidupan marching band saya. Oh, yang lebih mengharukan adalah mendadak saya jadi merasa punya banyak anak kala itu. Loh kok? Iya, melihat perjuangan mereka (player) membuat ada perasaan sayang yang timbul. Ahh.. gimana ya dijelasinnya. Ah ya gitu.

Amanah yang saya jalani memberikan akses untuk saya dalam memberikan semangat untuk mereka melalui postingan di media sosial yang kami miliki. Sedikit semangat, setiap hari, saya berharap bisa memberikan kekuatan untuk mereka.

Agak lebay, but it was real. I did feel it and did it.

And again, time flies so fast. Cepat sekali. Ternyata sekarang saya sudah di sini. Malu, karena saya dulu bisa menikmati semua “pekerjaan” saya dengan hati yang senang, sekalipun sedang dalam kesulitan. Saya bisa melalui semua itu, dan semua pasti ada jalan keluarnya.

Bukan, bukan saya masih hidup dan terjebak di masa lalu. Saya hanya melakukan perjalanan ke masa lalu, mengingat atau bahkan mungkin menemukan bagian diri saya yang hilang untuk dibawa menjadi obat untuk diri saya di masa kini.

Tuhan menjawab doa kita melalui berbagai hal, bukan begitu?

Saya bersyukur pernah diberi kesempatan untuk bergabung di MBUGM, kalau tidak mungkin saya nggak bisa ke Kendari, gratis, terus naiknya Garuda Indonesia lagi hahahaha pengalaman pertama saya naik pesawat. Saya bersyukur untuk semua pengalaman, pelajaran, dan keluarga yang sudah saya dapatkan. Baik dan buruknya.

Ah, terima kasih MBUGM telah membuat saya kembali merasakan aura itu. Kembali bernostalgia. Semoga kedepannya kita semua semakin membaik ya!

You know, If I can survive marching band, I can survive anything.

-Nellie McKay

Salatiga, 18 November 2018

With love,

SD

Surabaya, 30 September 2018

Terlalu banyak hal yang perlu dicerna terjadi di Bulan September ini. Terlalu banyak, terlalu cepat, terlalu.

Bulan ini terasa sangat berbeda untuk saya karena rasanya banyak sekali hal di luar rencana terjadi di bulan ini. Mulai dari trip dadakan sampai ternyata saya harus meninggalkan Surabaya.

Ya, Surabaya.

Tidak pernah terlintas di benak saya bahwa saya akan menjejakkan kaki saya ke kota ini, mengadu nasib, merantau. Jujur saja, sebenarnya kota ini adalah kota yang paling saya hindari atau ya yang saya rasa paling tidak mungkin untuk dijadikan tempat merantau. Kenapa? Alasan saya cukup simple, yang pertama adalah panas, dan yang kedua adalah watak yang sudah terkenal tentang kota ini “kasar”. Well, no offense ya, Surabayans *peace* hehehe

Kalau saya ingat—ingat lagi, saya punya beberapa cerita menarik ketika awal-awal saya merantau ke Surabaya. Mungkin dua di antaranya adalah ketika pertama kali saya tiba di Surabaya sendirian, pukul 02.00 pagi di Terminal Bungurasih, lalu menuju ke rumah teman saya di daerah Kedungdoro namun ternyata saya tak kunjung dibukakan pintu sampai nyaris imsyak (saat itu sedang bulan Ramadhan), sampai akhirnya saya harus menunggu di masjid terdekat karena saya udah kayak anak hilang nungguin sendirian di depan rumahnya. Anw, saya sudah berusaha mencoba menghubungi teman saya ini namun nomornya tidak aktif, dilanjutkan keseganan saya untuk mengetuk pintu rumah teman saya ini karena ya rasanya sangat tidak sopan sekali. Jadi, saya memutuskan untuk mencari masjid terdekat ketika hampir subuh, teman saya baru menjemput saya di masjid.

Lalu yang kedua adalah pengalaman tidur di mobil Gr*b. Ceritanya waktu itu saya dan teman saya yang baru tiba di Surabaya malam hari karena adanya kesalahan rencana, jadilah malam itu sebenarnya kita ingin menginap di masjid tapi oleh Bapak drivernya dipersilakan untuk tidur di mobilnya. Sempat khawatir, tapi ya alhamdullillah semua baik-baik saja.

Mengingat kembali masa-masa itu, rasanya sejak pertama kali datang ke kota ini Surabaya telah menyambut saya dengan caranya. Lambat laun semakin mengenal kota ini, semakin banyak kenangan yang terbentuk di kota ini, semakin saya dibuat jatuh cinta pada kota ini dan segala keunikannya.

Kota ini telah mengajarkan saya tentang banyak hal baru. Menyimpan berbagai kenangan indah pun yang membuat nyeri.

Pada akhirnya kota ini pun menjadi bagian dalam cerita hidup saya.

Hmm, baik. Mungkin akan saya ceritakan sedikit tentang alasan saya yang terpaksa harus meninggalkan kota ini. Alasan saya mungkin akan klise, saya pun akan sangat berterimakasih ketika alasan saya ini dapat diterima tanpa harus ada embel-embel yang lain. Untuk saya, hal ini benar-benar cukup personal.

Meninggalkan Surabaya harus dilakukan ketika saya memutuskan untuk mengajukan resign di Bulan September ini. Bukan sebuah pertimbangan yang buru-buru, saya sudah pertimbangkan hal ini jauh-jauh hari hanya saja keberanian itu akhirnya muncul di Bulan September ini. Alasan saya untuk resign didasarkan pada keinginan saya untuk melanjutkan “hidup” dan mulai meraih apa yang sebenarnya menjadi impian dan goals dalam hidup saya. Sejatinya orang jawa bilang, “urip iku kudu urup”. Lalu apakah selama ini saya tidak merasa “hidup”? Apakah saya ini tidak bersyukur saya telah memiliki pekerjaan?

Well, berbagai pertanyaan dan opini pun pasti akan muncul. Namun semua kembali lagi tentang perspektif setiap orang dalam memandang setiap permasalahan.

Keberanian untuk memutuskan, kenekatan untuk akhirnya kembali menjadi apa yang kamu inginkan dan kamu mau, tetap menjalani sebagai mana hidup mu sebaik-baiknnya, saya rasa semua orang memiliki haknya masing-masing. Sebuah pernyataan bahwa hidup bukanlah hanya tentang angka, dan yang terpenting adalah kamu harus bahagia. Angka masih bisa dicari, kehilangan angka masih bisa ditemukan lagi, namun angka tetap tidak akan bisa menggantikan waktu yang telah hilang untuk orang-orang terkasih. Klasik, klise, dan naif mungkin itu yang terlintas. Namun kembali lagi, semua orang memiliki hak yang sama untuk memutuskan dan memilih. Setiap keputusan dan pilihan pun pasti memiliki alasan.

Menurut saya pribadi, pergolakan batin yang terjadi di Bulan September ini adalah yang paling luar biasa untuk saya. Selama ini saya merasa menjalani sebuah kehidupan yang normal, namun tidak untuk bulan ini. Anomali yang terjadi benar-benar membuat saya tertegun bahwa ternyata hidup saya bisa “bergerak” secepat ini. Ditambah lagi bahwa di bulan ini pun saya harus melepaskan seseorang yang saya sayangi, saya merasa bahwa semuanya hanya terjadi begitu saja.

Saya percaya bahwa setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Setiap orang memiliki cara untuk mencari jalannya dan menjalani hidupnya. Setiap orang memiliki cara untuk membuat hidupnya menjadi “hidup” dan bahagia. Saya percaya bahwa passion itu nyata dan ada. Saya percaya bahwa intuisi itu juga nyata. Namun saya juga sadar bahwa logika dan pikir pun juga ada karena mereka adalah pengingat agar kita tidak dibutakan oleh ambisi.

Pada tahap ini mungkin saya ingin mengambil sedikit jeda, karena katanya kita perlu sedikit rehat. Mengambil jeda dan rehat sejenak pun bukan sebuah tindak kriminalitas. Kembali menata hati dan diri, menyiapkan untuk sebuah perjalanan baru yang lebih menyenangkan.

Bukan maksud diri untuk menjadi egois apabila kita ingin menyelamatkan diri kita sendiri dulu, karena mungkin sebelum menjaga orang lain ada baiknya bahwa kita telah berhasil menjaga diri kita sendiri terlebih dulu. Bukan hal egois juga apabila kita ingin menyelesaikan urusan kita sendiri dulu, sebelum akhirnya kita akan menjalani setiap urusan hidup bersama orang lain.

Yaaaa.. *sigh*

Sekiranya begitulah alasannya…

Meninggalkan Surabaya bukan suatu hal yang mudah, berat, namun tetap harus melangkah. Terimakasih Surabaya! Aku hanya meninggalkan rasa, namun kamu telah memberikan kenangan dan keluarga baru.

Dimanapun berada semoga akan senantiasa bahagia dengan apa yang telah menjadi pilihan dan keputusannya.

Last but not least, you are braver than you think.

Jadilah besar bestari dan manfaat untuk sekitar… (Kunto Aji – Saudade)

A Letter For You

IMG_20180922_193045

Dear you,

Hi, Sayang.. Ah, rasanya aku sudah tidak bisa lagi mengucapkan sapaan itu lagi. Sapaan yang selalu menghangatkan ketika diucapkan, menggemaskan ketika dulu kamu menyebutkannya dengan nada manjamu. Mungkin kini aku hanya berhak untuk menyapamu dengan sapaan lama ku pada mu dulu, Mas.

Mas, entah betapa baiknya Tuhan mengirimkan kamu untuk menemaniku selama di kota rantauanku ini. Sejak awal kita dipertemukan kembali di Jazz Traffic 2017 hingga saat ini. Kamu, sudah mencuri perhatianku sejak tahun pertama ku kuliah dulu di tahun 2013. Dalam sebuah acara penyambutan mahasiswa baru, kamu dan rekanmu tampil dalam sebuah band yang sangat menghibur. Kali pertama aku mendengar suara mu dan permainan musikmu, kali itu juga pertama kalinya aku deklarasikan bahwa suara mu telah menjadi favoritku.

Waktu berjalan, semasa kuliah aku tidak pernah bisa dekat denganmu. Hanya sebatas hubungan antara adik kelas dan kakak tingkatnya. Terlebih aku tahu bahwa kamu pun ternyata sudah memiliki kekasih. Hanya saja aku selalu punya cara untuk mencari cara agar aku bisa berkomunikasi denganmu. Salah satu caranya adalah memanfaatkan peranku dalam setiap acara kepanitiaan jurusan untuk meminta band mu tampil mengisi acara. Secara suka rela biasanya aku akan menawarkan diri untuk me-lobby band mu agar mau tampil dalam acara kami.

Satu acara yang masih sangat berkesan dan membuat aku tersenyum mengingatnya adalah ketika kamu menyanyikan sebuah lagu yang aku minta secara personal pada salah satu acara jurusan. Untitled milik Maliq & D’essential. Apa kamu tahu kalau sebenarnya lagu itu sangat mencerminkan kondisiku kala itu kepadamu? Hmm, namun rasanya saat itu kamu tidak mengetahuinya. Tidak bahkan hanya sedikit.

Kesempatan lain yang membuat aku semakin kagum padamu adalah ketika kamu tampil untuk sebuah acara tv yang memiliki konsep “go to campus”. Tapi mungkin karena sepi sekali keadaannya saat itu, jadilah sepertinya tidak tayang, sayang sekali.

Tapi hari itu aku melihat aura yang begitu besar di sana. Kamu dengan musikmu. Kamu dan dirimu. Aku selalu suka melihat mu melakukan hal yang kamu cintai.

Waktu pun berlalu, tahun 2015, dan tibalah saat kelulusan mu. Beruntung hari itu aku berkesempatan untuk menjadi MC dalam acara perpisahan angkatanmu, di malam wisudamu. Lucu ya, dulu saat aku masih menjadi mahasiswa baru kamu “menyambutku” dan kini aku “melepasmu”. Penampilanmu malam itu adalah hal yang sangat aku tunggu. Aku berpikir bahwa mungkin saja hari itu adalah kali terakhir aku bertemu dengan mu. Aku benar-benar menikmati penampilan mu malam itu, sambil bergumam dalam hati “terimakasih telah memberikan warna di hari-hari kuliahku”.

Esoknya kamu wisuda dan benar saja, malam itu menjadi terakhir kali nya kita bertemu hingga dua tahun berikutnya.

Selama itu aku hanya berpikir bahwa semuanya hanya akan menjadi kenangan manis,  atau hmm… kasih tak sampai? Ya, aku sempat menyebutnya demikian. Namun aku berusaha menguburnya, melanjutkan hidup, dan hanya menerima kabarmu dari update-an media sosialmu kala itu. Aku pun menerima kabar bahwa kamu sudah memiliki kekasih baru. I’m happy for you.

Sampai akhirnya aku lupa tentang mu dan tenggelam dalam kesibukan tugas akhir lalu berbagai kegiatan dan usaha dalam pencarian kerja. Hingga akhirnya, tahun 2017, aku merantau ke Surabaya.

Ketika aku pindah ke kota ini, aku memang sempat berpikiran untuk menghubungimu untuk mencari bantuan tentang informasi tempat kos. Karena seingatku kamu sempat membagikan bahwa kamu juga bekerja di Surabaya.

Aku menemukan akun Instagram mu, dan mulailah kita berkomunikasi. Awalnya memang hanya sebatas basa-basi dilanjutkan dengan obrolan singkat dan informasi tentang tempat kos. Meskipun nihil hasilnya.

Tidak pernah aku berpikir bahwa kamu akan berperan masuk sejauh ini dalam hidupku saat itu.

Hingga akhirnya hari itu pun datang, 18 Agustus 2017. Kamu menawari aku untuk menonton Jazz Traffic 2017 karena kamu masih memiliki tiket yang belum terpakai. Aku mengiyakan, dan kita menikmati setiap alunan musik malam itu.

Sampai pada akhirnya kita menjadi semakin dekat dan semakin dekat, semakin sering berkomunikasi, semakin sering bertemu. Tahukah kamu betapa aku selalu kebingungan memilih baju saat akan bertemu denganmu? Rasanya seperti anak abg yang baru jatuh cinta hahaha~ Dalam perjalanannya, kita memang sempat berjarak, namun akhirnya kita pun bersama, Maret 2018.

Tidak ada hal yang membuat aku lebih bahagia selain malam itu, saat kamu menyatakan rasa. Apa aku bermimpi? Aku hanya menjawab dengan senyuman, menandakan sebuah persetujuan.

Hari-hari berlalu, dan aku merasa hidupku kini lebih bersemangat. Meskipun intensitas pertemuan kita yang hanya satu bulan sekali, namun waktu yang selalu kamu sempatkan itu akan selalu menjadi waktu yang aku tunggu.

Kamu membuat aku belajar tentang rasa percaya, penerimaan, kamu seperti kekuatan baru untukku. Kamu, jiwa, kelembutan, dan penampilan mu yang sangat bertolak belakang. Kamu memang cuek, namun kamu adalah sosok penyayang dan hangat. Kamu sangat menyebalkan, namun kamu juga mengesankan.

Kabarmu, sedang apa, dan dimana. Cukup sederhana namun sering kita tanyakan untuk mengetahui keadaan masing-masing. Rindu selalu ada setiap harinya, membuat setiap komunikasi menjadi berarti, dan mulai resah ketika kabar tidak datang.

Malam hariku dihiasi deringan video call dari mu, mendengar suaramu saja rasanya sudah sangat dekat. Salah satu waktu yang aku tunggu setiap harinya. Aku sangat senang ketika kita bertukar pikiran, ketika aku meminta opinimu terhadap suatu hal,  meskipun terkadang bertentangan dengan opiniku, namun aku selalu suka cara kita berdiskusi. Membuat aku melihat sisi lain dari sosok mu, mengajak aku untuk berpikir lebih maju ke depan, dan mengurangi segala pikiran yang dirasa “tidak penting”.  Ketika kita saling berbagi tentang kisah kita, ketika kita membangun mimpi bersama. Kita lewati hari-hari dengan tawa, marah, kesal, bahagia, kesabaran, dan saling mendoakan.

Namun pada akhirnya September 2018, mungkin semua tidak berjalan sesuai dengan rencana yang kita ingini.

Dalam sebuah perdebatan dan sebuah kondisi yang tidak lagi bisa dipaksakan akhirnya diambilah keputusan yang paling berat namun mungkin itu yang terbaik untuk saat ini.

Kini kita kembali merajut, menjalani kisah masing-masing.

Mas, jujur masih terasa berat, masih terasa menyesakkan, dan tentunya masih menguras air mata. Mengingat setiap perjalanan, setiap rencana, dan setiap mimpi kita yang kini sudah menjadi puing-puing kenangan. Berharap untuk menjadi sebuah realita namun ternyata jalan Tuhan berbeda.

Ya, karena manusia hanya bisa berencana dan tetap Tuhan yang menentukan.

Aku menghargai setiap alasan, setiap keputusan. Bukankah sudah aku bilang, aku menyukai melihatmu untuk melakukan hal yang kamu cintai. Mengejar mimpimu.

Dan aku rasa hal yang sama pun terulang kembali ketika kamu “menyambutku” dan kini aku harus “melepasmu”. Lagi.

Sungguh aku berharap bisa mendampingimu dalam setiap keadaan, saling memberi semangat dalam setiap keadaan, namun aku rasa sekarang hanya doaku saja yang senantiasa bisa menyertaimu.

Aku akan kembali melanjutkan hidup, sebagaimana kamu melanjutkan hidupmu. Aku akan berusaha menggapai mimpiku sebagaimana kamu yang juga sedang berusaha menggapai mimpimu.

Hari ku kini mungkin lebih sepi, hari ku juga terasa berbeda. Tidak ada lagi sapaan-sapaan hangat, tidak ada lagi waktu yang selalu ditunggu. Tidak ada lagi kabar yang dinanti menanti, tidak tahu lagi sedang apa dan ada di mana. Kehilangan sebuah hak yang besar, terasa ada yang kurang namun sesuai pesanmu, aku harus tetap bahagia.

Kamu dan serangakaian perjalanan kita. Warisan kenangan di kota pahlawan.

Mungkin memang berat dan menyakitkan. Namun seiring waktu aku yakin ini akan sembuh, lalu kita telah tumbuh.

Sampai di mana waktu kita akan bertemu lagi, aku harap keadaan kita sudah jauh lebih baik dengan capaian mimpi kita, dan kebahagiaan yang dipendarkan.

Sampai di mana waktu kita akan bertemu lagi, aku berterimakasih atas segala rasa yang telah kamu berikan, atas semua waktu, dan semua pelajaran.

Sampai di mana waktu kita akan bertemu lagi, berjanjilah untuk selalu menjalani hidupmu sebaik-baiknya.

Tuhan telah merancang rencana yang lebih indah untuk kita. Entah bagaimana pun rencananya. Aku percaya itu pasti baik untuk kita.

Patah hati adalah hal yang wajar. Bukan kah begitu juga kehidupan? Jatuh lalu bangkit lagi, terbentur lalu terbentuk.

Surabaya, 22 September 2018

With all of my heart,

Si nduk

Randomly Talk

Unfortunately, saya sedang tidak ada inspirasi untuk menulis apapun bahkan untuk posting draft-draft saya yang kian menipis semenjak gabung dalam group noles ini hahaha

Padahal minggu kemarin rasanya pikiran saya dipenuhi berbagai ide yang sekiranya mungkin akan menarik apabila dijadikan sebuah konten tulisan. Namun sekarang entah kemana sudah ide-ide itu terbang.

Mungkin untuk tulisan kali ini saya ingin sharing saja terkait hal-hal yang bisa membuat saya “merasa lebih baik”. Semacam penyembuh di kala saya sedang membutuhkan suasana yang baru.

Briefly, saya ini anaknya cepat bosan terutama ketika saya terjebak dengan rutinitas yang itu-itu saja, dan lingkungan yang itu-itu saja. Jujur sebenarnya saya lebih suka lingkungan yang dinamis, namun karena kondisi dan situasi yang saya hadapi sekarang mengharuskan saya untuk menjalani situasi yang stabil, maka tidak ada hal yang bisa saya lakukan selain menjalaninya.

Mungkin untuk teman-teman yang lebih suka dengan lingkungan dinamis pasti akan merasakan hal yang sama seperti saya. Di satu titik pasti akan merasa jenuh dan tidak bergairah, parahnya mungkin saja bisa menimbulkan stress. Nah, di sini saya akan sedikit berbagi tentang bagaimana saya berusaha untuk mengatasi keadaan tersebut.

Yang pertama.. Ketika saya sedang merasa jenuh, maka hal paling simple yang akan saya lakukan adalah mendengarkan musik. Saya menyukai musik meskipun saya nggak jago-jago banget main alat musik atau bahkan bernyanyi. Tapi menurut saya ketika saya mendengarkan musik, sedikit berdendang, dan menggerakan tubuh sesuai irama nya, hal tersebut dapat membantu saya me-release stress ataupun kejenuhan yang saya alami. Biasanya saya akan mendengarkan musik favorit saya atau mencari lagu dengan irama nya yang up beat atau yang asik buat goyang-goyangin pundak.

Well, ketika hal ini menyinggung soal pekerjaan di kantor, saya biasanya akan memilih untuk meregangkan badan sejenak, beralih sebentar untuk membaca berita online, mengintip social media, tetap bekerja sambil mendengarkan musik dan nyanyi-nyanyi atau bahkan bermain game favorit saya Disney Tsum-Tsum! Hahahahaha

Tapi tenang, saya tahu kondisi kok. Jadi, biasanya saya memilih untuk bermain game di sela-sela jam makan siang.

Ketika melakukan “penjedaan” itu pun kita tidak boleh kebablasan, mungkin sekitar 15 menit dan pikiran kita sudah lebih fresh makan kita tetap menyelesaikan tanggung jawab kita dong ya… Hmm kecuali mungkin mendengarkan musik ya, saya bisa melakukannya all day long hehe

Hal-hal lain yang dapat dilakukan di luar kantor adalah running. Ya, sekitar dua minggu terakhir ini saya bergabung dengan sebuah komunitas lari di Surabaya bernama Indorunners Surabaya. Sebagian besar anggotanya adalah pelari pro yang membuat saya semakin bersemangat untuk datang. Niat awal saya memang hanya untuk berolahraga dan mencari suasana baru, namun ketika melihat dan berlari bersama mereka, rasanya saya jadi punya target tertentu agar kedepannya teknik running saya semakin baik, endurance saya semakin baik, dan yang jelas seperti yang dinasehatkan Bapaknya waktu itu, “keep running!”

Selain hal tersebut, hal yang bisa membuat saya kembali fresh adalah menghubungi kembali teman-teman lama. Lebih bagus lagi apabila saya bisa bertemu dengan mereka hahahaa

Bercengkrama kembali dengan teman-teman lama, lebih dari sekedar melihat postingan mereka di timeline media sosial kita ternyata sangat menyenangkan. Bertukar cerita, bernostalgia, membawa dan menciptakan kembali tawa yang pernah ada. Ahh.. rasanya seperti menemukan pecahan hidupmu yang hilang. Kita akan merasa lebih lengkap.

Hal-hal di atas rupanya mampu membuat saya merasa lebih baik, membangun kembali semangat saya, dan memberikan saya energi baru yang positif. Selain hal-hal di atas tentunya terkadang saya juga berbagi dengan orang-orang terkasih saya, dan tak lupa juga Yang Maha Kasih.

Saya rasa setiap orang memiliki metode nya sendiri untuk membuat dirinya “merasa lebih baik”. Terlepas dari apapun metodenya, hal yang mungkin perlu diingat adalah you deserve to be happy.

It was right, life is a choice and you can choose your happiness.

Dalam hidup, pasti kita akan menemui masa-masa di mana semua hal terjadi tidak sesuai dengan rencana kita dan mungkin membuat kita merasa kehilangan kebahagiaan kita. Hmm, sebenarnya kita tidak kehilangan kebahagiaan kita, karena pada dasarnya kita lah yang menciptakan kebahagiaan itu sendiri. Bisa jadi ini adalah ujian yang harus dihadapi tentang sejauh mana kita dapat bertahan serta menemukan solusi untuk setiap permasalahan yang ada. It is when you choose to create your own happiness not when you are waiting for someone to bring a happiness to you.

Yes, yes.. A random thought and blog I know…

But please live young and happily!

Surabaya, 19 Agustus 2018

With love,

SD

Another Cheesy Thing

Tulisan ini mengandung konten yang cheesy

Baiklah, untuk tulisan kali ini saya ingin membahas tentang hal yang mungkin menjadi cukup sensitive untuk setiap orang namun selalu menarik untuk dibicarakan. Let’s talk about love! Heheheuuu

Tulisan kali ini saya kerucutkan mengenai cinta: hubungan dengan pasangan. Uhuy! Menarik bukan?

Setiap manusia sepertinya telah memiliki garis takdir percintaanya. Dan sepertinya hal tersebut merupakan proses yang cukup kompleks. Saya pernah menyimak di salah satu Vlog Raditya Dika dan Boy William. Konon katanya, dalam hidup kita akan mengalami tiga fase dalam jatuh cinta. Saya berusaha menjabarkan kembali sesuai opini saya.

Fase pertama biasanya kita kenal sebagai “cinta monyet”. Mungkin perasaan ini adalah tahap awal kita mengenal cinta. Kita mengenalkan hati kita untuk belajar mencintai orang lain untuk menjadi pasangan kita. Dalam tahap ini mungkin kebanyakan tertarik karena “appereance”. Tahap awal ini terjadi saat kita mengalami masa pubertas. Selanjutnya kita akan mengalami “fase obsesi”. Terdengar cukup ekstrim memang, namun begitu lah adanya. Masa ini adalah di mana kita jatuh cinta pada seseorang dan ada sebuah perasaan di mana kita merasa “harus” memilikinya, terus mengejarnya, memberikan seluruh perhatian untuknya, dan “membenarkan” apapun yang dia lakukan. Sampai akhirnya pada satu titik kita sadar, bahwa itu semua bukanlah cinta. Dan tahapan yang terakhir, bisa disebut sebagai soulmate. Start feeling cheesy enough? Hmm, c’mon.. Talking about love will turn you to be a cheesy one hahaha

Baiklah, tahap yang ketiga adalah soulmate. Kita merasakan sebuah kecocokan, mungkin layaknya lagunya Ussy Susilowati ya, “Klik”. Kita merasakan adanya bonding yang kuat. Meskipun pada kenyataannya pasangan kita tersebut tidak sesuai dengan kriteria kita, namun akan menjadi sebuah pengecualian untuknya. Kita hanya merasa jatuh cinta pada dia, seakan tanpa alasan lalu semua energi itu membaur.

Tuhan memang telah menggariskan dan menakdirkan jodoh kita. Jodoh, maut, rezeki adalah tiga hal mutlak yang telah ditetapkanNya.

Pernah saya mendengar sebuah kisah bahwa jauh sebelum kita dilahirkan ke dunia. Jauh sebelum kita menjadi bentuk manusia seperti sekarang, jauh saat kita masih merupakan jiwa yang bebas, kita telah bertemu dengan pasangan jiwa kita (soul-mate). Itulah mungkin kenapa ketika kita bertemu dengan jodoh kita di dunia ini, kita merasa sudah tidak asing dengannya. Seakan dia adalah bagian dari jiwa yang hilang, dan sekarang kita menemukannya.

Ya, another theory of soul mate.

Tapi dalam keadaan real, hal tersebut akan menjadi banyak kemungkinan. Sampai akhirnya kita bersama dengan pasangan pilihan kita, sampai akhirnya kita menanggalkan kriteria yang kita inginkan yang mungkin tidak ada di pasangan kita, sampai saat itu lah mungkin kita sudah sampai pada tahap acceptance atau penerimaan.

Kita menyadari bahwa tidak ada hal yang sempurna di dunia ini. Sudah sering Bunda Dorce mengatakan, kesempurnaan hanya milik Tuhan. Pasangan kita tidak sempurna dan begitu pun diri kita. Namun kita tetap memilihnya, dan dia tetap memilih kita untuk dijadikan pasangan hidupnya. Mencinta pada tahap ini mungkin benar-benar dibutuhkan kedewasaan metal, batin serta pikiran. Menerima dan memahami kekurangan maupun kelebihan satu sama lain, tidak bersikap egois untuk mementingkan diri sendiri agar bisa selalu “menang”, no drama and playing victim, dan tentunya adalah membangun sebuah kepercayaan.

Menjalin hubungan dengan pasangan tidak berarti bahwa karena kita telah mengenalnya, maka kita bersedia untuk bersamanya. Mungkin yang perlu digarisbawahi adalah tentang sudah seberapa baik kita mengenal pasangan. Bahkan berdasarkan Johari Window sendiri pun, kita sendiri masih memiliki “daerah gelap” yang kita sendiri tidak mengetahuinya. Itulah kenapa, setiap hari yang kita lalui bersamanya adalah proses untuk saling mengenal satu sama lain. Tentunya tak selamanya proses ini akan selalu indah, selalu dipenuhi tawa dan canda. Proses ini pun akan diwarnai dengan air mata, perasaan sesak, namun kita tetap berjuang dan tidak menyerah. Proses ini juga tidak akan selamanya menarik, akan ada masa di mana kita merasa jenuh, namun kita tidak saling meninggalkan. Memilih untuk menyelesaikan dan menemukan solusi nya dengan kepala dingin, hati yang menghangat, dan hubungan akan semakin erat.

Luka mungkin sudah menjadi bayangan untuk cinta. Namun bagaimana kamu menangani lukamu itu adalah pilihanmu.

Proses yang menyulitkan dalam suatu hubungan mungkin akan membuat luka. Namun dengan luka itu kita belajar untuk tidak saling melukai kembali. Dalam hal ini, menurut saya dibutuhkan kerja sama yang baik dengan pasangan kita. Dari proses yang telah dilewati sebelumnya, tentunya setidaknya kita sudah mengetahui bagaimana memberikan “pertolongan pertama” pada luka itu. Dan hal ini bisa berlaku berbeda untuk setiap pasangan.

Mungkin kita pun pernah merasakan bahwa kita sudah menemukan “the one” kita. Namun nyatanya pupus jua. Kita sudah melalui berbagai proses yang menyenangkan maupun menyulitkan, namun semesta mungkin tidak mengijinkan. Setidaknya kita tidak berdiam diri, kita sudah berjuang memberikan yang terbaik, namun memang bukan dia yang telah digariskan untuk kita.

And that’s just another love story yang telah menjadi masa lalu.

Cinta telah memberikan kesempatan untuk belajar. Memberikan kesempatan untuk menjadi diri kita yang lebih baik, dan memberikan kesempatan untuk kita memberikan kepercayaan kepada pasangan kita.

Hubungan adalah sebuah perjalanan. Dalam perjalanannya tidak mungkin semuanya akan mulus, tidak mungkin apabila tidak berkelok. Namun tentu saja, selama kita masih berjalan dan bergandengan bersama untuk satu tujuan, semua pasti akan terlewati. Sesusah apapun nanti, setidaknya masih ada jalan.

Dalam tulisan saya tidak pernah bermaksud menjadi yang paling benar. Tulisan ini hanyalah sedikit pendaran dari kisah saya sendiri. Hanya kumpulan opini-opini yang saya kumpulkan, lalu coba saya ceritakan.

Kepada hati yang telah berlabuh, semoga tepatlah tempatnya bersauh.

Kepada hati yang masih berlayar, semoga lekas mercusuar memberikan sinyalnya.

 

Surabaya, 29 Juli 2018

With love, 

 

SD

 

Ojol for Lyfe

Nah, kesempatan kali ini saya ingin bercerita tentang daily life saya sebagai seorang wanita yang tidak bisa berkendara baik motor, mobil, maupun sepeda. Yak, mohon pengertiannya dan jangan dihujat yha netijen. Tentunya ada cerita dibalik semua itu, perihal pro dan kontra “kenapa nggak belajar?”, “kenapa  nggak dicoba dulu?”, “kenapa nggak minta diajarin?”, dkk nya, dimohon pengertiannya sekali lagi, mohon jangan dihujat dengan berbagai pertanyaan. Apalagi pertanyaan soal coba-coba. Skip.

Sebagai seorang wanita yang bekerja dan tidak bisa berkendara, saya cukup menggantungkan hidup saya kepada layanan ojek online. Apaagi sekarang ketika jarak kantor dan juga kosan sudah tidak memungkinkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Hmm, sebenarnya sih memungkinkan, tapi ya lumayan bikin kaki gempor juga sih kayaknya hehehe

Dari semenjak merantau, saya selalu memilih lokasi tempat tinggal yang dekat dengan kampus (jaman kuliah) atau pun kalo sekarang ya dengan kantor. Alasannya ya pasti agar bisa ditempuh dengan jalan kaki, apa-apa gampang dan hemat ongkos tentunya hehe.

Terus kalau mau pergi kemana-mana gimana dong?

Gampang.

Dulu sih jaman kuliah saya termasuk dalam golongan nebengers hahahaha, atau kalau nggak ya naik transportasi umum, kalau ada niat pasti ada jalan lah hehe

Nah, tapi semuanya berubah sejak kerja dan merantau ke Surabaya. Kalau menurut saya, akses transportasi umum di Surabaya masih cukup susah, tidak semudah di Yogyakarta, ataupun Jakarta. Hal tersebut menjadikan salah satu alasan saya untuk mencari lokasi tempat tinggal yang dekat dengan kantor dan dapat ditempuh dengan jalan kaki. Ya, hal tersebut terjadi ketika kantor saya belum pindah gedung.

Ketika diinfokan bahwa gedung kantor akan berpindah ke Jalan Tunjungan, sebenarnya ada perasaan campur aduk yha. Ya excited aja bisa dapat suasana baru, tapi sedih juga karena kantornya jadi misah-misah, daaaannnn… lokasi yang jauh dari kosan ku yang sekarang.

Sempat kepikiran mau pindah kosan yang dekat dengan kantor baru dengan harapan nggak usah keluar ongkos transport, sudah berusaha untuk mencari tapi belum nemu yang pas juga sampai sekarang. Karena hal itu juga, sekarang saya jadi semakin menggantungkan hidup kepada OJEK ONLINE!!!

Bersyukur banget sih sebenarnya bisa hidup di era yang apa-apa dipermudah secara digital gini. Bahkan ojek pun bisa di-online-kan. Yap, tanpa menyebut brand dari ojek online yang biasa saya gunakan, jujur saya merasa terbantu dengan kehadiran mereka. Sangat membantu dan mempermudah bagi orang-orang macam saya yang nggak bisa berkendara sendiri ini :’)

Dengan hadirnya ojek online dan kemudahannya dalam bertransaksi ini saya jadi lebih mudah pun lebih cepat untuk menjangkau tujuan saya. Kemanapun dan darimanapun selama “pasukan jaket hijau” ini sudah “menduduki” suatu daerah, it’s relief :’)

Mungkin memang tetap ada beberapa “peraturan lokal” yang mungkin sudah disepakati dengan para ojek konvensional di daerah itu yang kadang membuat saya harus berjalan atau pindah tempat dari lokasi penjemputan yang seharusnya, tapi itu bukan masalah untuk saya, yang penting kamu ada lah, mas :’) (sengaja digeneralisasikan karena emang biasanya lebih sering di pickup sama mas-mas dan di cancel mbak-mbak)

Selain mempermudah akses saya, ojek online ini juga sangat membantu dengan tambahan layanannya yaitu food delivery. Saya merasakan kemudahannya di segala situasi dan kondisi, apalagi saat sakit kemarin, that ojol safe my life, for sureeee

Saya sempat sedih ketika mendengar rumor-rumor tentang ojek online yang dilarang beroperasi. Sungguh ojek online ini memberikan kemudahan bagi banyak pihak dengan segala layanannya. Terlebih untuk orang-orang seperti saya, ataupun orang-orang dengan berbagai kondisi dan kebutuhannya di luar sana. Kehadiran ojek online mungkin pernah dianggap sebagai “pengganggu”, namun mungkin hal tersebut disebabkan oleh budaya “kaget” bangsa kita. Mungkin juga karena pendekatan dari masuknya ojek online ini juga kurang smooth, atau mungkin macam orang ketiga yang tiba-tiba muncul. NAHLOO! Amit-amit sih ya!

Terlepas dari pro dan kontra dulu, namun sekarang kita semua sudah bisa menikmati segala kemudahan dengan adanya ojek online ini. Toh untuk ojek konvensional pun saya rasa mereka tetap memiliki market nya sendiri. Saya juga memperhatikan sepertinya sekarang ojek online dan ojek konvensional pun sudah mulai harmonis, rejeki udah ada yang ngatur kok 🙂

Kalau lagi naik ojek online, saya paling suka nanya-nanya sama si driver nya. Tapi saya liat situasi juga sih, kalau drivernya kooperatif dan tiktok nya enak, saya lanjut. Tapi kalau enggak ya, sekedarnya aja hehe

Cerita-cerita mereka sangat menarik untuk saya. Biasanya mereka akan cerita mengenai suka duka menjadi driver ojek online, ada juga yang bercerita tentang keluarganya, tentang kesehariannya selain jadi driver ojek online, bahkan tentang kehidupan cintanya wkwk

Hal-hal itu menjadi bagian yang paling menarik ketika saya menggunakan jasa mereka. Ada pun bagian yang membuat saya jadi lebih bersyukur tentunya.

Sebenarnya masih banyak yang mau saya ceritakan, mungkin di tulisan selanjutnya kali ya? Ini mungkin kebanyakan baru “suka” nya karena ada ojek online ini, belum tentang “duka” nya. Tentunya sebagai penganut ojol for lyfe, saya juga pernah mengalami hal-hal yang tidak mengenakan. Tapi alhamdullillah nggak pernah ada yang aneh-aneh dan ekstrim. Na’udzubillahi mindzalik..

Sekian cerita tentang sang penganut ojol for lyfe, pinginnya sih dibahas lebih dalem lagi. Tapi kalau terlalu dalem ntar baper 😦 ehehehehehehe

Because sharing is loving!

Surabaya, 22 Juli 2018

With love,

SD